Mungkin daintara kita masih banyak yang belum mengerti dan faham mengenai tata cara mandi wajib/zunub/zanabah menurut islam...........semoga bermanfaat.
Mandi
wajib/zunub adalah mandi untuk menghilangkan hadas besar baik keluar mani,
bersetubuh, haid nifas, dan melahirkan. Dalam melakukan mandi wajib, terdapat
tata cara mandi wajib agar kita benar-benar bersih dari hadas besar, tidak
hanya itu mandi wajib terdapat niat yang harus dibaca baik itu secara lisan
maupun dalam hati. Hukum mandi wajib/mandi zunub/mandi besar adalah wajib.
HUKUM
MANDI WAJIB/ZUNUB/JANABAH
Para ulama
sepakat bahwa seorang yang junub wajib melakukan mandi wajib. Hal ini
berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):
“Dan
jika kalian junub, maka bersucilah (mandilah).” (QS. Al-Maidah: 6)
Begitu
juga dengan wanita yang telah suci dari haidh atau nifasnya, diwajibkan mandi
seperti mandinya orang yang junub. Berkata Al-Imam Al-Mawardi rahimahullah : “Mandi
seorang wanita dari haidh dan nifas seperti mandinya karena junub.”
(Al-Hawi Al-Kabir, 1/226)
TATA
CARA MANDI JANABAH
Mandi
janabah/mandi wajib memiliki dua cara:
1.
Cara yang sederhana.
2.
Cara yang sempurna.
Pertama: Cara yang sederhana
Cara
mandi janabah yang sederhana namun mencukupi/sah adalah cukup dengan berniat
dalam hati, kemudian mengguyurkan air ke seluruh tubuh secara merata hingga
mengenai seluruh rambut dan kulitnya. (Lihat Al-Minhaj, 3/228)
Kedua: Cara yang sempurna
Mandi
janabah/wajib yang sempurna terdiri dari:
1.
Niat
Sebelum
memulai mandi janabah, maka wajib berniat dalam hati. Karena niat merupakan
pembeda antara mandi biasa dengan mandi wajib. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّمَا
اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Setiap
amalan tergantung pada niatnya.”
(HR. Al-Bukhari no. 1, Muslim no. 3530 dari ‘Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu
‘anhu)
Secara Umum niat mandi zunub/wajib yaitu :
"Nawaitul Ghusla Lifrafil Hadatsil Akbari Fardhan
Lillahi Ta'aala.
Artinya: "Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan
hadast besar fardhu karena Allah ta'aala.
2.
Mencuci kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam wadah air
Hal
ini sebagaimana diceritakan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ
الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam apabila hendak mandi karena junub, memulai dengan
mencuci kedua telapak tangan.” (HR Al-Bukhari no. 240, Muslim no. 474)
Mencuci
kedua telapak tangan dilakukan sebanyak dua atau tiga kali. Disebutkan dalam
riwayat lain dari Maimunah radhiyallahu ‘anha:
فَغَسَلَ
كَفَّيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي اْلإِنَاءِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mencuci kedua telapak tangannya sebanyak dua atau
tiga kali, kemudian beliau memasukkannya ke dalam wadah air.” (HR. Muslim
no. 476)
3.
Mencuci kemaluan dengan tangan kiri
Dari
Maimunah radhiyallahu ‘anha:
ثُمَّ
يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ
“Kemudian
Rasulullah menuangkan air pada kemaluannya lalu mencucinya dengan tangan
kirinya.” (HR. Muslim no. 476)
4.
Menggosokkan telapak tangan kiri ke tanah
Dari
Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ
ضَرَبَ بِشِمَالِهِ اْلأَرْضَ فَدَلَكَهَا دَلْكًا شَدِيدًا
“Kemudian
beliau menggosokkan telapak tangan kirinya ke tanah dengan
sungguh-sungguh.” (HR. Muslim no. 476)
5.
Berwudhu
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa berwudhu saat mandi junub hukumnya sunnah, tidak wajib.
Mereka berpandangan bahwa berwudhu saat mandi junub semuanya hanyalah
diriwayatkan dari perbuatan Nabi. Sedangkan semata-mata perbuatan nabi,
tidaklah menjadikan sebuah hukum menjadi wajib. Demikian pendapat yang dipilih
oleh Al-Imam An-Nawawi, Ibnu Batthal, Asy-Syaukani dan para ulama lainnya.
(Lihat Nailul Authar, 1/273)
Adapun
tata cara berwudhu ketika hendak mandi janabah, para ulama juga berbeda
pendapat. Mayoritas ulama berpendapat sunnahnya mengakhirkan pencucian kedua
telapak kaki saat berwudhu ketika mandi janabah. Demikian menurut Al-Hafizh
Ibnu Hajar rahimahullah. (Lihat Nailul Authar, 1/271)
Namun
jika menilik berbagai hadits yang ada, maka kita dapati bahwa ternyata berwudhu
ketika mandi janabah memiliki beberapa cara, yaitu:
Pertama:
Berwudhu secara sempurna seperti wudhu ketika hendak shalat. Dalilnya adalah
hadits Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ
تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ
“Kemudian
beliau berwudhu seperti wudhunya ketika hendak shalat.” (HR. Muslim
no. 476)
Kedua:
Berwudhu seperti ketika hendak shalat, dengan mengakhirkan mencuci kedua kaki
setelah mandi. Juga dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ
تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ غَيْرَ رِجْلَيْهِ
“Kemudian
beliau berwudhu seperti wudhunya ketika hendak shalat, tanpa mencuci kedua
telapak kaki.” (HR. Al-Bukhari no. 272)
Ketiga:
Berwudhu seperti wudhu ketika hendak shalat, tanpa mengusap kepala. Dari Ibnu
‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
ثُمَّ
يَغْسِلُ يَدَيْهِ ثَلاَثًا وَيَسْتَنْشِقُ وَيُمَضْمِضُ وَيَغْسِلُ وَجْهَهُ
وَذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ رَأْسَهُ لَمْ يَمْسَحْ
“Kemudian
beliau berwudhu dengan membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali,
lalu memasukkan air ke dalam hidung sekaligus ke dalam mulut dengan berkumur-kumur,
lalu membasuh wajahnya dan kedua tangannya masing-masing sebanyak tiga kali,
hingga ketika sudah masuk bagian kepala beliau tidak mengusapnya.” (HR.
An-Nasa’i no. 419. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam
Shahih Sunan An-Nasa’i no. 420 bab tidak mengusap kepala dalam wudhu ketika
mandi janabah).
Nampak
dari hadits-hadits di atas, bahwa ketiga cara tersebut semuanya sunnah untuk
dilakukan. Karena masing-masingnya didasari oleh hadits yang shahih dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikianlah salah satu bentuk
penggabungan (jama’) terhadap hadits-hadits diatas yang dilakukan Al-Imam
As-Sindi rahimahullah dalam Syarh Sunan An-Nasa’i (1/225), karya beliau.
6.
Menyela-nyela pangkal rambut dengan jari-jemari hingga kulit kepala terasa
basah
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ
يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي الْمَاءِ فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِه
“Kemudian
beliau memasukkan jari-jemarinya ke dalam air, lalu menyela-nyela pangkal
rambutnya dengan jari-jari tersebut (hingga terasa basah).” (HR. Al-Bukhari no. 240)
7.
Menuangkan air ke kepala sebanyak tiga kali
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ
يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ
“Kemudian
beliau menuangkan air ke atas kepala beliau sebanyak tiga kali dengan kedua
tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 240)
Caranya,
tuangan air yang pertama untuk bagian kanan kepala, kemudian tuangan yang kedua
untuk bagian kiri kepala, lalu yang ketiga untuk bagian tengah kepala. Cara ini
disebutkan dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
فَأَخَذَ
بِكَفِّهِ فَبَدَأَ بِشِقِّ رَأْسِهِ اْلأَيْمَنِ ثُمَّ اْلأَيْسَرِ فَقَالَ
بِهِمَا عَلَى وَسَطِ رَأْسِهِ
“Kemudian
beliau mengambil air dengan tangannya, yang pertama beliau tuangkan air pada
bagian kanan kepalanya, kemudian setelah itu bagian yang kiri, lalu terakhir
bagian tengah kepalanya.” (HR. Al-Bukhari no. 250, Muslim no. 478)
Inilah
cara yang dipilih oleh sebagian ulama besar seperti Al-Hafizh Ibnu Hajar,
Al-Qurthubi, As-Sinji, Asy-Syaukani, dan yang lainnya (Lihat Nailul Authar,
1/270)
8.
Mengguyurkan air ke seluruh tubuh
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
ثُمَّ
أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ
“Kemudian
beliau mengguyurkan air ke seluruh tubuh beliau.” (HR. Muslim no. 474)
9.
Mencuci kedua kaki
Jika
air sudah diguyurkan secara merata ke seluruh tubuh, maka yang terakhir adalah
mencuci kedua kaki. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
ثُمَّ
غَسَلَ رِجْلَيْهِ
“Kemudian
terakhir beliau mencuci kedua kakinya.”
(HR. Muslim no. 474)
Demikian
urutan tata cara mandi janabah yang sempurna. Jika seorang yang junub, atau
wanita yang selesai dari haidh atau nifas telah selesai melakukannya, maka ia
telah suci dari hadats besar.
Hendaknya
orang yang mandi janabah memperhatikan bagian-bagian tubuh yang rawan tidak
terkena air, seperti ketiak, pusar, bagian dalam telinga, dan bagian-bagian
lainnya.
MANDI
BAGI WANITA YANG TELAH SUCI DARI HAIDH DAN NIFAS
Mandi
bagi wanita yang telah suci dari haidh dan nifas tata caranya sama dengan tata
cara mandi janabah. Namun disunnahkan bagi mereka untuk mewangikan
bagian/daerah mengalirnya darah, baik dengan minyak wangi atau dengan jenis
wewangian lainnya. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Ummu ‘Athiyyah
radhiyallahu ‘anha:
وَقَدْ
رُخِّصَ لَنَا عِنْدَ الطُّهْرِ إِذَا اغْتَسَلَتْ إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَا فِي
نُبْذَةٍ مِنْ كُسْتِ أَظْفَارٍ
“Dan
sungguh kami diberi keringanan ketika salah seorang dari kami mandi dari haidh
untuk memakai wangi-wangian.” (HR. Al-Bukhari no. 302)
Mewangikan
bagian tubuh tempat mengalirnya darah berlaku untuk semua wanita, baik wanita
yang berstatus sebagai istri atau gadis. Hal ini tujuannya adalah untuk
menghilangkan aroma yang tidak sedap. Demikian menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar,
dan juga An-Nawawi (Lihat Fathul Bari 3/239, Al-Minhaj 4/14)
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullah berkata: “Bila wanita yang mandi haidh tidak memakai
wewangian pada daerah tempat mengalirnya darah padahal memungkinkan baginya
untuk memakainya, maka hukumnya makruh.” (Lihat Al-Minhaj 4/14)
HUKUM
MENGURAI RAMBUT YANG DIIKAT/DIJALIN SAAT MANDI
Tidak
wajib bagi wanita melepaskan ikatan rambutnya ketika mandi janabah. Hal ini
berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang pernah bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
يَا
رَسُولَ اللَّهِ, إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ
الْجَنَابَةِ؟ قَالَ: لاَ, إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ
ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
“Wahai
Rasulullah, aku adalah wanita yang mengikat kuat rambutku, apakah aku harus
melepaskan ikatan tersebut saat mandi janabah? Rasulullah menjawab: “Tidak.
Cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu sebanyak tiga tuangan. Kemudian
menyiramkan air secara merata ke seluruh tubuhmu. Maka dengan begitu engkau
telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
Namun
beda halnya ketika mandi haidh atau nifas. Para ulama berbeda pendapat tentang
hukum melepaskan ikatan rambut ketika mandi haidh. Sebagian ulama berpendapat
wajib. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri, Thawus, Ibnu Hazm, Ahmad bin
Hambal, dan yang lainnya. (Lihat Nailul Authar, 1/275)
Adapun
mayoritas ulama berpendapat hukumnya mustahab (sunnah), tidak wajib. Disebutkan
dalam riwayat lain dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ketika ia bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنِّي
امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِلْحَيْضَةِ وَالْجَنَابَةِ قَالَ
لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ
“Aku
adalah wanita yang mengikat kuat rambutku, apakah aku harus melepaskan ikatan
tersebut saat mandi haidh dan janabah? Rasulullah menjawab: “Tidak. Namun cukup
bagimu menuangkan air ke atas kepalamu sebanyak tiga tuangan.” (HR. Muslim no. 497)
Adapun
hadits yang memerintahkan wanita melepaskan ikatan rambutnya ketika bersuci,
dihukumi dha’if (lemah) oleh ulama pakar hadits. Sehingga tidak bisa dijadikan
sebagai hujjah. Demikian pendapat yang dipilih Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i,
Ibnu Taimiyah, Ibnu Rajab, Ibnu Baz, dan yang lainnya (Lihat Taudhihul Ahkam,
1/401)
Berkata
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah: “Bila si wanita memiliki rambut yang diikat,
maka tidak wajib baginya melepaskan ikatan rambutnya tersebut saat mandi
janabah. Mandi wajib dari haidh sama hukumnya dengan mandi janabah, tidak
berbeda.” (Lihat Al-Umm, 1/56)
HUKUM
BERWUDHU SETELAH MANDI JANABAH
Seorang
yang telah selesai dari mandi janabah tidak wajib baginya berwudhu, baik ia
melakukan mandi janabah dengan cara yang sederhana atau cara yang sempurna.
Karena ia telah suci dari hadats besar, maupun dari hadats kecil. Berdalil
dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَتَوَضَّأُ بَعْدَ
الْغُسْلِ
“Dahulu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berwudhu setelah selesai mandi
(janabah).” (HR. At-Tirmidzi no. 107. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullah dalam Al-Misykah no. 445)
Berkata
Ibnu Abdil Barr rahimahullah: “Ulama sepakat, seseorang yang telah selesai
melakukan mandi janabah, tidak perlu mengulangi wudhu.” (Lihat
Al-Istidzkar, 1/303)
Hal
ini jika tidak batal wudhunya sewaktu ia mandi. Jika batal, maka wajib
mengulangi wudhunya.
Wallahu
a’lam.
Sumber: http://
www. assalafy. org/mahad/?p=474 Penulis: Buletin Islam AL ILMU Edisi:
14/IV/VIII/1431 Judul: MANDI JANABAH Hukum dan Tata Caranya.
Sumber : http://www.walimah.info
0 komentar