Teman saya seorang polisi menderita penyakit syaraf
terjepit dan dia sangat menderita karena sakitnya yang luar biasa diapun
mengalami kelumpuhan. Dia bilang lebih baik mati daripada menderita sakit yang
amat sakit, bahkan dia sudah stress karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh. Dia
sudah berkeliling untuk menyembuhkan sakitnya, dia bilang puluhan dokter saya
datangi, puluhan dukun saya datangi tapi tidak mau sembuh. Akhirnya dia bertemu
dengan seseorang yang sudah tua renta dan orang tua tersebut memberikan “resep”
yang mujarab yaitu dengan minum air kencing sendiri.
Akhirnya teman saya tersebut karena ingin sembuh,
dia menuruti “resep” air kencing. Dengan perasaan yang rada-rada aneh dan
nyeleneh diapun mencoba minum air kencingnya sendiri. Pertama dia minum air
kencingnya agak mual dan mau muntah tapi seterusnya terbiasa. Hasilnya sungguh
ajaib dalam beberapa kali minum air kencing sudah terasa efeknya. Dia mulai
merasakan ada perubahan kearah yang lebih baik bagi penyakitnya.
Setelah beberapa hari minum air kencing….sungguh
ajaib dia merasakan hal yang luar biasa, penyakitnya perlahan-lahan sembuh dan
sekarang sudah sembuh total dari penyakit yang menyiksanya selama 7 bulan lumpuh.
Dia sekarang rajin memberikan “resep” tersebut ke orang lain yang sedang
mengidap suatu penyakit.
Terapi urine atau terapi air seni manusia sudah
dikenal sejak beribu-ribu tahun lalu sebagai metode pengobatan dan perawatan
diri. Pengobatan ini banyak ditemukan pada negara-negara di Asia seperti Cina,
Mesir, dan India. Beberapa penemuan juga menunjukkan bahwa terapi urin banyak
dipraktikkan pada negara-negara di Afrika. Masyarakat pada zaman kuno percaya
bahwa air seni mengandung berbagai khasiat yang menyehatkan dan mampu mengobati
berbagai penyakit.
Tradisi pengobatan ini pun masih terus dipercaya
hingga zaman kini sebagai bentuk pengobatan alternatif. Biasanya orang-orang
yang menjalani terapi urin akan secara rutin mengonsumsi satu cangkir air seni
mereka di pagi hari sebelum menyantap sarapan apa pun. Dengan melakukan hal
ini, tubuh diharapkan jadi lebih sehat dan tahan terhadap berbagai penyakit.
Terapi ini juga umumnya dijalani bila seseorang sedang melawan penyakit
tertentu.
Berbagai
manfaat terapi urin yang dipercaya :
Metode
pengobatan dan perawatan diri dengan air seni manusia ini bisa dilakukan dengan
berbagai cara. Misalnya dengan meminum langsung atau mengoleskannya pada bagian
tubuh tertentu. Mereka yang percaya dengan manfaat terapi urine menganggap air
seni dapat membantu mengatasi berbagai masalah kesehatan. Berikut adalah
beberapa contoh umum penggunaan air seni sebagai bentuk pengobatan alternatif.
1. Pengobatan kanker
Untuk
mengobati kanker, air seni dianggap ampuh sebagai agen
untuk melawan sel-sel kanker yang berkembang dalam tubuh. Air seni penderita
kanker dipercaya mengandung antigen tumor, yaitu sejenis protein yang ditemukan
pada darah penderita kanker. Antigen ini berisiko memicu kanker. Dengan minum
air seni yang mengandung antigen tumor, tubuh diharapkan akan semakin banyak
memproduksi antibodi alami yang akan melawan pertumbuhan sel kanker.
2.
Meredakan infeksi bakteri
Sebagian
orang percaya bahwa air seni manusia memiliki sifat antibakteri. Ini karena air
seni diduga mengandung zat-zat antibodi dan berbagai sel yang berperan untuk
membentuk kekebalan tubuh. Maka jika
diminum, air seni berfungsi untuk meredakan infeksi dalam tubuh yang disebabkan
oleh bakteri. Infeksi bakteri yang terjadi di kulit juga dipercaya bisa
disembuhkan dengan cara mengoleskan langsung air seni pada bagian yang
mengalami infeksi.
3.
Mengatasi berbagai masalah kulit
Selain meredakan
infeksi yang disebabkan oleh bakteri, banyak orang memercayai khasiat air seni
untuk mengatasi jerawat. Pada
zaman kuno, air seni juga dipercaya bisa menjaga kekencangan kulit dan mencegah penuaan dini yang ditandai dengan
munculnya keriput atau garis-garis halus pada wajah. Sebagian orang pun secara
rutin mengoleskan air seni pada wajah untuk merawat kecantikan.
4.
Memutihkan gigi
Bangsa Roma
kuno menggunakan air seni manusia untuk merawat gigi. Air seni dipercaya bisa
memutihkan gigi. Ini karena kandungan amonia dalam urin diyakini berfungsi
sebagai pemutih alami. Masyarakat Romawi akan mengoleskan air seni mereka pada
bagian gigi dan gusi sebagai pembersih alami.
5.
Obat luka bakar dan luka sengatan binatang
Ketika Anda
tersengat binatang seperti ubur-ubur atau mengalami luka bakar,
air seni manusia menjadi pilihan beberapa orang untuk meredakan rasa sakit dan
mengobati luka tersebut. Dengan mengoleskannya pada luka, diharapkan kulit akan
lebih cepat sembuh karena sifat air seni sebagai antiseptik alami. Hingga kini,
masih banyak yang mempraktikkan cara ini.
6.
Mencegah penyakit
Sebagian
masyarakat di Asia, terutama Cina dan India, masih rutin menjalani terapi urin
dengan cara minum air kencing yang diproduksi setelah bangun tidur pada
pagi hari (air seni pertama). Terapi ini dianggap ampuh untuk mencegah berbagai
jenis penyakit dan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap virus dan bakteri
berbahaya. Jutaan orang di dunia telah menjalani terapi urin dan mengakui
khasiatnya bagi kesehatan mereka.
Terapi Urine menurut Islam
Para ulama sepakat (ijma’) bahwa urine manusia
demikian pula feces (tinja) nya adalah najis kecuali bayi yang hanya
mengkonsumsi ASI (air susu ibu) sebagaimana dikemukakan oleh Imam Ibnu Rusyd
(Bidayah al-Mujtahid, I/103) berdasarkan hadits Nabi saw yang memerintahkan
shahabat untuk menyiram bekas air kecing orang Arab Badui di Masjid Nabawi (HR.
Bukhari dan Muslim) dan hadits Nabi saw tentang dua orang yang disiksa di kubur
yang salah satunya disebabkan oleh karena tidak bersuci dari bekas kencingnya
(HR. Bukhari dan Muslim). Demikian pula perintah Nabi saw.: “Bersucilah kalian
dari kecing” (Nailul Authar, I/43)
Dikarenakan air seni atau kencing manusia adalah
barang najis dan bukan termasuk thayibat (barang yang baik) sebagaimana Allah
firmankan dalam surat al-Baqarah:171 dan setiap yang najis adalah haram untuk
dikonsumsi baik benda padat maupun cair, maka secara prinsip mengkonsumsi urine
atau kencing manusia hukumnya adalah haram. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh
al-Islami Wa Adillatuhu, III/511, Syeikh Shalih Al-Fauzan, Al-Ath’imah, hal.
17, As-Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, I/19)
Adapun menggunakan urine tersebut dalam konteks
kebutuhan medis seperti yang diangkat dalam wawancara sebuah tabloid yang
terbit di Surabaya akhir Oktober 2000, Prof. Dr. dr. Iwan T, Budiarso
memaparkan bahwa urine (air kencing) bisa menyembuhkan berbagai penyakit
seperti koreng, diabetes, jantung, ginjal, kanker, AIDS dan impotensi. Bahkan
menurut pengalamannya pribadi bahwa dulunya ia pernah loyo dan kejantanannya
nyaris mati, namun kemudian menjadi greng lagi setelah minum air kencingnya. Ia
juga menambahkan bahwa di luar negeri urine dijualbelikan dan pembelinya adalah
perusahaan farmasi atau kosmetika raksasa.
Guru Besar Fak. Kedokteran Universitas Tarumanagara
di Jakarta itu juga menyatakan bahwa obat batuk hitam yang biasa dikonsumsi
orang memiliki kadar 10 persen kandungan urinenya. Kosmetik-kosmetik awet muda
pun juga mengandung ekstraurine. Pernyataan ini tentunya mengundang kontroversi
dan mendapatkan protes dan kritik diantaranya oleh kalangan ahli farmasi
sendiri diantaranya apoteker Drs. Sunarto Prawirosujanto, APT. sebagaimana dimuat
di Harian Media Indonesia, Senin 13 November 2000. Namun sayang Prof. Iwan
belum menjelaskan obat batuk merek apa saja dan dibuat oleh pabrik yang mana
yang mengandung urine.
Masalah penggunaan urine manusia sebagai terapi
medis tersebut yakni pasien meminum air kecingnya sendiri atau orang lain baik
dalam bentuk murni ataupun campuran dengan bahan lain dalam kemasan jamu
ataupun obat sebenarnya sudah masuk dalam wilayah pembahasan masalah darurat
ataupun verifikasi tingkat kebutuhan yang tentunya membutuhkan kriteria,
klasifikasi dan persyaratan yang lebih hati-hati serta pembatasan jelas yang
dimaksud kondisi darurat. (QS. Al-Baqarah:173, Al-An’am:119, Al-Maidah:3).
Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa memang Islam
sangat menganjurkan upaya pengobatan dan ikhtiar medis namun harus berusaha
tidak keluar dari prinsip halal sehingga tidak menggampangkan dan gegabah
menggunakan alternatif haram. Rasulullah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya
Allah telah menurunkan penyakit dan obat serta telah menciptakan untuk kalian
setiap penyakit obatnya, maka berobatlah kalian dan jangan berobat dengan yang
haram.” (HR. Abu Dawud)
Oleh karena itu ketika ada seorang yang bertanya
kepada Nabi tentang memanfaatkan khamr, beliau melarangnya. Lalu ketika orang
tersebut mendesak beliau dan mengatakan bagaimana jika memanfatkannya hanya
untuk obat? Beliau menegaskan kembali dengan bersabda: “Khamer itu bukan
sebagai obat melainkan penyakit.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hal ini juga didukung oleh fatwa Ibnu Mas’ud yang mengatakan: “Sesungguhnya
Allah tidak menciptakan kesembuhan kalian pada sesuatu yang Ia haramkan atas
kalian.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari)
Secara prinsip Islam juga mengharamkan untuk
berobat dengan segala sesuatu yang haram termasuk khamer dan air seni karena
pengharaman sesuatu menurut Imam Ibnul Qayyim (Zadul Ma’ad, III/115-116)
menuntut umat Islam untuk menjauhinya dengan segala cara, sedangkan pengambilan
sesuatu yang haram sebagai obat konsekuensi dan efeknya adalah akan mendorong
orang untuk menyukai dan menjamahnya yang tentunya hal ini bertentangan dengan
maksud dan tujuan Allah dalam menetapkan syariah-Nya.
Demikian pula menurut beliau, pembolehan berobat
dengan yang haram apalagi jika selera cenderung kepadanya maka penggunaannya akan
menjurus kepada hobi, kebiasaan, kecanduan dan menikmatinya khususnya bila
merasakan manfaat padanya dapat menyembuhkan penyakitnya. Oleh karena itu Ibnul
Qayyim penulis kitab Ath-Thibb An-Nabawi (Pengobatan ala Nabi) ini mengingatkan
efek psikologis yang ditimbulkan dari mengkonsumsi obat haram tersebut yaitu
bahwa ketika seseorang meyakini sesuatu yang haram itu bermanfaat dapat
menyembuhkan penyakitnya maka spontanitas ia akan tersugesti dengannya.
Namun demikian Islam adalah agama rahmat dan tidak
menginginkan umatnya celaka dan membiarkannya binasa dalam kondisi darurat
karena diantara tujuan syariah adalah hifdzun nafs (memelihara kelangsungan
hidup dengan baik), maka dalam konteks ini terdapat kaedah rukhsah (dispensasi)
yang memberikan kelonggaran dan keringanan bagi orang yang sakit gawat dengan
ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi yaitu:
1.
Benar-benar
dalam kondisi gawat darurat bila seorang penderita penyakit tidak mengkonsumsi
sesuatu yang haram ini.
2.
Tidak ada
obat alternatif yang halal sebagai pengganti obat yang haram ini.
3.
Menurut
resep atau petunjuk dokter muslim yang kompeten dan memiliki integritas moral
dan agama. Dan saya tambahkan yang keempat yaitu terbukti secara uji medis dan
analisa ilmiah di samping pengalaman empiris yang membuktikan bahwa sesuatu
yang haram tersebut benar-benar dapat menyembuhkan dan tidak menumbulkan efek yang
membahayakan.
Meskipun demikian beliau menambahkan bahwa menurut
pengalaman empiris dan laporan medis dari para dokter yang kredibel bahwa tidak
ada alasan dan kebutuhan medis yang memastikan sesuatu yang haram ini sebagai
obat, akan tetapi beliau tetap mentolerir prinsip rukhsah ini untuk
mengantisipasi kondisi dimana seseorang muslim tidak mendapatkan obat kecuali
dengan mengkonsumsi sesuatu barang yang haram. (Al-Halal wal Haram fil Islam:
53)
Demikian pula halnya hukum menggunakan urine
manusia sebagai campuran obat-obatan apalagi praktik jual beli produk barang
tersebut para prinsipnya adalah haram sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan untuk diminum diharamkan pula untuk
dijual belikan.” (HR.Al-Humaidi dalam Musnadnya). Hal ini dapat diqiyaskan
(analog) dengan sabda Nabi saw tentang pengharaman khamer setelah turun ayat
Al-Maidah:90-91: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamer maka barangsiapa
yang menyaksikan ayat ini dan ia masih memilikinya maka janganlah ia meminum
maupun menjualnya.” (HR.Muslim)
Adapun hukum mengkonsumsi urine binatang yang halal
dimakan dagingnya sebagai obat seperti urine unta, kambing, sapi, unggas dan
burung maka pendapat yang paling kuat adalah hal itu diperbolehkan dan halal
karena urine tersebut suci dan tidak najis, berbeda dengan urine binatang yang
haram dimakan dagingnya maka hukumnya urinenya juga haram dan najis.
Dalil tentang suci dan halalnya mengkonsumsi urine
binatang yang halal dimakan dagingnya adalah bahwa Nabi saw membolehkan
orang-orang Uraniyyin yang sedang tinggal di Madinah untuk meminum air kecing
unta dan susunya (HR.Bukhari, Muslim dan Ahmad).
0 komentar